Pekanbaru – Pada momen peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-78, sebuah insiden yang mencoreng citra lembaga legislatif Kota Pekanbaru terjadi dalam sidang paripurna DPRD. Di tengah semangat nasionalisme yang seharusnya menguat, sejumlah anggota dewan justru terlihat tidak menghormati tanggung jawab mereka. Sidang paripurna yang diadakan pada malam hari (16/08) yang seharusnya dihadiri oleh seluruh anggota Dewan, ternyata hanya dihadiri oleh 14 orang dari total 50 anggota, menjadikannya tak memenuhi quorum.

1. Paripurna Tanpa Quorum:

Sidang paripurna yang seharusnya dihadiri oleh setidaknya 26 anggota dewan untuk memenuhi quorum, terpaksa dilaksanakan hanya dengan 14 orang. Hal ini jelas melanggar aturan, mengingat pentingnya kehadiran anggota dewan dalam mengambil keputusan yang berpengaruh pada masyarakat. Meski demikian, sidang tersebut tetap dipaksakan untuk berlangsung, dengan alasan yang belum jelas.

2. Perubahan AKD yang Dituding Melanggar Aturan:

Selain masalah kehadiran, terdapat kontroversi terkait penggantian Anggota Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Berdasarkan peraturan, pergantian AKD baru dapat dilakukan setelah anggota tersebut menjabat minimal satu tahun. Namun, usulan perubahan yang datang dari Fraksi Demokrat dinilai melanggar ketentuan tersebut, yang seharusnya mematuhi PP No. 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD.

3. Penghinaan terhadap Lembaga:

Tak hanya soal teknis sidang, salah satu anggota dewan juga terlihat mengenakan kaus sepak bola saat mengikuti paripurna. Hal ini jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap lembaga legislatif, apalagi di hari yang penuh makna bagi bangsa ini. Sebuah tindakan yang sangat tidak pantas mengingat Hari Kemerdekaan seharusnya menjadi momen untuk menghargai perjuangan para pahlawan bangsa.

4. Badan Kehormatan Dewan Turut Bersurat:

Badan Kehormatan DPRD Kota Pekanbaru pun sudah mengeluarkan surat yang menegaskan bahwa sidang paripurna tersebut tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan. Meski begitu, pihak pimpinan DPRD tetap memaksakan sidang tetap dilaksanakan, meskipun jelas telah melanggar ketentuan dan etika yang ada.

Baca Juga:  Bosen Kerja Kantoran? Jadi Atlet MMA Aja!

5. Nama-Nama Dewan yang Dituding ‘Pengkhianat Rakyat’:

Sebagai akibat dari peristiwa ini, sejumlah nama anggota DPRD Kota Pekanbaru disebut-sebut sebagai ‘pengkhianat rakyat’. Mereka antara lain:

Muhammad Sabarudi (Fraksi PKS)

Yasser Hamidi (Fraksi PKS)

Zahir (Fraksi Demokrat)

Robin Eduar (Fraksi PDIP)

Hj. Niar Erawati (Fraksi Demokrat)

M. Dikky Suryadi Khusaini (Fraksi PDIP)

H. Fathullah (Fraksi Demokrat)

Tengku Azwendi Fajri (Fraksi Demokrat)

Aidil Lani (Fraksi Nasdem)

Ahmad Faisal Reza (Fraksi Demokrat)

Faisal Islami (Fraksi Nasdem)

Abu Bakar (Fraksi PKB)

Tindakan mereka dinilai sebagai langkah yang mencoreng prinsip-prinsip demokrasi dan mengabaikan hak-hak rakyat yang diwakili.

6. Pertanyaan untuk Pimpinan DPRD:

Tentu saja, langkah ini menimbulkan berbagai pertanyaan bagi masyarakat. Salah satunya adalah dasar pertimbangan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru dalam menerima dan mendisposisikan surat usulan perubahan AKD dari Fraksi Demokrat yang melanggar aturan. Apakah mereka telah melakukan verifikasi masa keanggotaan yang sesuai? Apakah sudah ada kajian hukum sebelum menyetujui usulan tersebut? Mengapa sidang dilaksanakan meskipun Badan Kehormatan sudah menyatakan keberatannya?

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, masyarakat berhak mengetahui langkah konkret yang akan diambil oleh pimpinan DPRD Kota Pekanbaru untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Apakah mereka akan menanggapi surat saran dari Badan Kehormatan dengan serius? Ataukah mereka akan terus memaksakan kebijakan yang tidak memenuhi aturan demi kepentingan tertentu?

Di tengah kekecewaan masyarakat terhadap tindakan oknum anggota DPRD ini, semua mata kini tertuju pada pimpinan DPRD Kota Pekanbaru. Tindak lanjut yang jelas dan transparansi dalam keputusan-keputusan selanjutnya akan sangat menentukan citra lembaga legislatif di mata rakyat.

Tinggalkan Balasan