Pekanbaru, 06 Juni 2024 – Temuan ratusan jenis obat-obatan dan perbekalan medis kadaluarsa di 21 puskesmas di Kota Pekanbaru mengundang keprihatinan mendalam dan pertanyaan tajam tentang tata kelola anggaran kesehatan daerah. Data resmi dari “Berita Acara Penghapusan Barang Milik Daerah Tahun 2024” menyebutkan nilai obat yang harus dimusnahkan mencapai sekitar Rp 1,94 miliar, anggaran yang berasal dari APBD Kota Pekanbaru.
Obat-obatan yang kadaluarsa meliputi berbagai jenis seperti Amoxicillin, Amlodipin, Paracetamol, Dexamethasone, Vitamin B Kompleks, Ranitidine, hingga alat kesehatan seperti infus dan masker. Kondisi ini mencerminkan lemahnya pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, hingga distribusi obat di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru kepada 21 Puskesmas Pekanbaru.
Panitia Penghapusan Barang Milik Daerah (BMD) 2024 yang bertugas melakukan proses administrasi pemusnahan obat terdiri dari sejumlah pejabat, yaitu:
Samto, S.STP., M.Si sebagai Ketua
Hj. Yulianis, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Ketua
Daniel Perdana, SE,
E. Zikra Habibah, SP., M.Si,
Kurniawati, SE, dan
Hafiid Hartamiarno, SE sebagai anggota.
Namun, tanggung jawab tidak berhenti di sana. Muncul dugaan adanya pembiaran, bahkan potensi penyalahgunaan anggaran yang melibatkan pejabat terkait pengadaan, mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hingga penyedia barang.
Redaksi memperoleh serangkaian percakapan internal dan dokumen yang diduga melibatkan sejumlah pihak terkait kasus ini. Dalam percakapan tersebut, muncul kekhawatiran bahwa proses sidak dan investigasi atas obat kadaluarsa terhambat atau bahkan sengaja dihalangi. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa sejumlah obat yang bermasalah telah diambil dari lokasi (puskesmas ) dan upaya pengawasan serta tindak lanjut aparat penegak hukum seperti Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) sangat diperlukan.
Beberapa nama yang disebutkan dalam komunikasi itu termasuk pejabat sementara (PLT) Kepala Dinas Kesehatan, pejabat sebelumnya, dan pihak-pihak yang diduga mengetahui proses pengadaan serta pemindahan barang. Salah satu pihak bahkan menyebut bahwa pengadaan terjadi di masa jabatan kepala dinas sebelumnya, namun ditarik kembali tanpa prosedur pemusnahan yang semestinya. Hal ini diperparah dengan tidak lengkapnya dokumen administratif.
Redaksi memegang dokumen lengkap yang berisi indikasi penting yang dapat membuka mata publik terkait kasus ini. Dokumen ini menjadi bagian dari data pendukung yang kami miliki dan siap kami serahkan kepada aparat penegak hukum bila diperlukan.
Menyikapi temuan dan indikasi kuat dugaan maladministrasi serta penyalahgunaan anggaran tersebut, publik dan sejumlah aktivis anti korupsi secara tegas meminta kepada Polda Riau, khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus), untuk segera menindaklanjuti kasus ini secara serius. Pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh pihak di Dinas Kesehatan Pemko Pekanbaru yang terkait dengan pengadaan dan pengelolaan obat wajib dilakukan.
Penetapan siapa yang bertanggung jawab secara hukum harus dilakukan tanpa kompromi agar ada kejelasan dan keadilan bagi masyarakat yang selama ini dirugikan. Langkah cepat dan transparan dari aparat penegak hukum menjadi kunci utama untuk menghentikan praktik pemborosan dan potensi korupsi anggaran kesehatan di daerah ini.
Koordinator Aliansi Pemuda Riau Anti Korupsi, Bob Riau, mengecam keras kejadian ini.
“Pemborosan anggaran yang sangat besar akibat pengadaan obat yang tidak tepat sasaran harus segera diusut tuntas. Dinas Kesehatan wajib bertanggung jawab,” tegas Bob
Secara hukum, pengadaan dan penggunaan anggaran harus memenuhi asas efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas sesuai:
– UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
– Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
– Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Jika ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang, tindakan ini dapat dijerat pidana melalui:
– Pasal 3 UU Tipikor: penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara
– Pasal 55 KUHP: penyertaan dalam tindak pidana oleh lebih dari satu pihak
Masyarakat dan aktivis anti korupsi menuntut agar dilakukan audit investigatif menyeluruh yang melibatkan Inspektorat dan BPK RI. Penetapan siapa saja yang bertanggung jawab secara hukum dan moral dianggap krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran kesehatan di Kota Pekanbaru.