• Sab. Agu 23rd, 2025

    Laporan Dugaan Pengeroyokan di Polres Kampar Dinilai Kriminalisasi, Diduga Upaya Kuasai Lahan Sawit Milik Nelly Afriani

    Foto Daulat Panjaitan (dok: istimewa)

    Kampar – Kasus dugaan penganiayaan yang dilaporkan oleh seorang pria bernama Daulat Panjaitan ke Polres Kampar menuai sorotan tajam. Berdasarkan surat klarifikasi bernomor B/1341/VIII/Res.1.6/2025/Reskrim tertanggal 8 Agustus 2025, Polres Kampar memanggil John Riska, suami dari Nelly Afriani, untuk dimintai keterangan pada 11 Agustus 2025. Laporan itu menyebut adanya pengeroyokan dengan korban Daulat Panjaitan pada 25 Juni 2025 di Desa Muara Mahat Baru, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.

    Namun, bukti-bukti lapangan yang diperoleh redaksi justru memperlihatkan sebaliknya. Sengketa ini bermula dari lahan sawit Blok H.18 yang sah dimiliki oleh Yusmawati dan telah dialihkan pengelolaannya kepada anak kandungnya, Nelly Afriani, melalui surat pernyataan resmi. Dengan dasar tersebut, seluruh hasil panen adalah hak penuh Nelly Afriani.

     

    Dalam sebuah video yang dimiliki redaksi dari warga setempat, tampak jelas seorang pria sedang memanen sawit di lahan tersebut dan diduga kuat bekerja atas perintah Daulat Panjaitan, yang mengaku berprofesi sebagai advokat.

    Tak jauh dari lokasi, Daulat Panjaitan terlihat berada di kebun dengan sikap tenang. Warga (nelli dan suami ) kemudian menghampiri dan terlibat adu mulut. Dalam rekaman itu terlihat Nelly Afriani hanya mendorong Daulat Panjaitan, sementara suaminya, John Riska, tidak melakukan pemukulan maupun penganiayaan sebagaimana yang dilaporkan.

    Daulat Panjaitan juga mengaku sebagai pihak yang telah membeli lahan tersebut dari Yusmawati. Namun, saat ditanya mengenai surat jual beli resmi, ia tidak dapat menunjukkan dokumen apa pun yang membuktikan klaim kepemilikannya. Hal ini memperkuat dugaan bahwa klaim Daulat Panjaitan tidak berdasar secara hukum.

    Jhon Riska saat memberi keterangan kepada awak media mengatakan bahwa:

    “saya tidak ada menyentuh dia, apalagi dituduh melakukan pengeroyokan, istri saya pun hanya mendorong dorong dia untuk mengusir dia pergi dari kebun kami, yang anehnya dia (Daulat Panjaitan) membikin laporan pengeroyokan dan saat ini saya akan dipanggil oleh pihak polres Kampar, saya mohon media mengawal kasus ini dan beritahu ke publik ada dugaan kriminalisasi terhadap saya “ungkap jhon

    Karena ada keterangan dari terlapor yang ungkapkan laporan pengeroyokan yang dibuat Daulat Panjaitan dinilai banyak pihak sebagai laporan palsu dengan tujuan untuk menekan pemilik sah lahan sekaligus membuka celah penguasaan kebun sawit.

    “Kalau ada orang masuk kebun orang lain tanpa hak lalu mengambil buah sawit, itu jelas maling. Kok malah dia yang melaporkan pemiliknya dengan tuduhan pengeroyokan, dan anehnya laporan itu diproses polisi,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

    Secara hukum, beberapa dugaan pelanggaran justru mengarah kepada pelapor:

    Baca Juga:  Ratusan Obat Kadaluarsa Bernilai Miliaran Rupiah Ditemukan di 21 Puskesmas, Publik Desak Penyelidikan Mendalam

    Pasal 362 KUHP tentang pencurian: “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

    Pasal 385 KUHP tentang memasuki atau menguasai lahan milik orang lain tanpa hak.

    Pasal 220 KUHP tentang laporan palsu: “Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana padahal diketahuinya bahwa hal itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”

    Berdasarkan bukti video dan dokumen kepemilikan lahan, justru terlihat tidak ada pengeroyokan. Yang terjadi hanyalah adu mulut akibat warga memergoki lahannya dipanen tanpa izin.

    Masyarakat menilai penegakan hukum di kasus ini harus benar-benar objektif. Polisi diharapkan tidak begitu saja menanggapi laporan yang lemah dasar hukumnya, apalagi jika terindikasi digunakan untuk membalikkan fakta.

    Berdasarkan fakta yang ada klaim tanpa bukti jual beli, tindakan memanen tanpa izin, serta laporan balik terhadap pemilik sah, kasus ini berpotensi masuk dalam pola praktik mafia tanah. Namun, secara hukum harus dibuktikan lebih lanjut melalui penyelidikan resmi oleh kepolisian, BPN, dan bila perlu Satgas Mafia Tanah.

    Perlindungan terhadap hak kepemilikan sah, seperti yang dimiliki Nelly Afriani, adalah hal yang mutlak ditegakkan agar hukum tidak dipermainkan untuk kepentingan kelompok tertentu, meski pelapornya diduga berprofesi sebagai advokat dan mengklaim sebagai pembeli lahan tanpa bukti.

    Hingga berita ini ditayangkan, pihak redaksi masih berusaha meminta konfirmasi kepada Polres Kampar dan Daulat Panjaitan terkait kasus ini. Berita akan diperbarui seiring dengan adanya informasi terbaru.

    Bersambung..

    Tinggalkan Balasan