Meranti, Riau – Aktivitas pembalakan liar di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, kian mengkhawatirkan. Sindikat terorganisir yang diduga memiliki jaringan kuat kini secara terang-terangan melakukan perambahan di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang, Desa Dedap, Kecamatan Tasik Putri Puyu. Ironisnya, aktivitas ilegal ini berlangsung tanpa hambatan dan diduga dilindungi oleh oknum aparat. (01/06)
Informasi dari lapangan menyebutkan bahwa pada malam 31 Mei 2025, lebih dari 150 balok kayu ilegal ukuran 1,5x8x16 dan 3x8x16 dikirim dari Pulau Dedap menuju Bengkalis. Kayu-kayu tersebut terdiri dari jenis Meranti sebagai komoditas utama, serta sebagian Mentangor.
Harga per batang kayu mencapai Rp 3,8 juta untuk ukuran 1,5×8 dan Rp 3,3 juta untuk ukuran 3×8 (jenis “balak tim”). Jika diasumsikan masing-masing ukuran dikirim sebanyak 75 balok, maka total nilai pengiriman mencapai sekitar Rp 532.500.000 (lebih dari Rp 530 juta) dalam satu malam. Angka ini menjadi indikasi betapa masifnya potensi kerusakan dan kerugian negara akibat aktivitas ilegal tersebut.
Masyarakat setempat mulai angkat suara, menuding pihak kepolisian dan polisi kehutanan di Meranti telah tutup mata terhadap praktik ilegal ini. Bahkan, santer beredar dugaan adanya kongkalikong antara aparat dan pelaku, yang memungkinkan aktivitas ilegal ini berjalan mulus setiap malam.
“Kalau hanya mengandalkan polisi setempat, tidak akan selesai. Kami mendesak Kapolda Riau, bahkan jika perlu Mabes Polri, turun langsung ke lapangan. Jangan biarkan Meranti jadi ladang bebas mafia kayu,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Sumber menyebut bahwa seorang pengusaha lokal bermarga Batubara adalah beking utama jaringan ini. Ia disebut memiliki pengaruh besar dan mampu mengatur jalur distribusi tanpa tersentuh hukum.
Disebutkan pula, diduga hanya tiga orang yang berani secara terang-terangan mengangkut balok kayu keluar daerah, yaitu:
1.Zakaria, 2.Mansur, 3.Amat
Ketiganya diduga merupakan Bos Mafia pengiriman kayu dari Pulau Padang ke Bengkalis.
“Ini bukan pemain baru. Mereka punya sistem: ada pemantau aparat, jalur aman, dan diduga perlindungan dari dalam. Semua seperti sudah diskenario,” ungkap sumber.
Pelanggaran Berat terhadap UU Kehutanan dan Konservasi
Kawasan Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang adalah hutan lindung yang dilindungi undang-undang. Aktivitas pembalakan liar di wilayah ini merupakan tindak pidana serius dan melanggar:
UU No. 5 Tahun 1990, Pasal 40 Ayat (2): Ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
UU No. 41 Tahun 1999, Pasal 50 Ayat (3): Ancaman 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 78.
Koordinator LSM Peduli Hijau Riau, Andika Nasution, menyebut pembiaran ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.
“Kalau aparat tidak bertindak, itu sama saja memberi karpet merah untuk mafia. Untuk apa jabatan dan seragam kalau justru melindungi perusak hutan?” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Irma Febrina, pakar hukum lingkungan, menilai kejahatan lingkungan ini juga melanggar Pasal 28H UUD 1945, yang menjamin hak warga negara untuk hidup dalam lingkungan yang sehat.
“Negara harus hadir. Membiarkan ini sama saja mengkhianati konstitusi. Ini bukan hanya soal kayu, ini soal hak hidup kita bersama,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. Redaksi masih berusaha menghubungi pihak terkait untuk mendapatkan klarifikasi.
Sumber : mataxpost