
. 

SIAK HULU – Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, mendadak ramai jadi sorotan. Sejumlah pemberitaan menyudutkan Kelompok Tani (Poktan) Kepau Jaya Sukses Lestari dengan tuduhan bertindak brutal. Namun, pihak Poktan membantah keras. Mereka menegaskan justru menjadi korban penyerangan, pengrusakan, hingga perampasan aset yang ditaksir mencapai Rp500 juta. (02/09)

Dalam konferensi pers, Senin (1/9/2025), kuasa hukum Poktan, Anton Sitompul, SH, bersama Ketua Poktan Soewito, membeberkan deretan fakta yang menurutnya sengaja diputarbalikkan.
“Bangunan kantor, mess karyawan, dua motor, dan satu mobil rusak. Bahkan pakaian dalam karyawan wanita dipajang sebagai ancaman. Tujuh truk sawit kami dirampas dan dijual. Tapi di media, kami malah dituduh sebagai pelaku. Ini fitnah,” tegas Anton.
Narasi yang Dipelintir
Anton menyebut framing negatif sengaja diciptakan untuk memojokkan kliennya. Padahal, kata dia, puluhan karyawan perempuan dan anak-anak sempat menjerit ketakutan saat kejadian berlangsung.

Lebih jauh, Anton mengungkap adanya dugaan peran oknum aparat berinisial S yang disebut-sebut ikut membenturkan Poktan dengan institusi negara. Meski begitu, pihaknya memilih menyerahkan temuan tersebut kepada lembaga berwenang.
Konflik ini tidak berdiri sendiri. Sengketa lahan sawit seluas 1.548 hektar menjadi akar persoalan. Dari total lahan tersebut, 1.446 hektar dinyatakan kawasan hutan dan sudah disita Satgas Penyelamatan Kawasan Hutan (PKH). Sementara 102 hektar lainnya masuk kategori Area Peruntukan Lain (APL), yang kini menjadi basis aktivitas Poktan.

Anton menuding pihak tertentu mencoba menguasai lahan APL dengan dalih memperoleh kerja sama operasi (KSO) dari PT Agrinas. “Mereka ingin memakai fasilitas kami agar bisa mengelola 1.446 hektar tanpa mengeluarkan biaya miliaran untuk membangun infrastruktur baru,” bebernya.
Menurutnya, plang Satgas PKH hanya terpasang di lahan 1.446 hektar, bukan di lahan 102 hektar APL. “Kami sudah bertemu Satgas, BPKH, dan BIG. Semua menyatakan 102 hektar adalah APL. Jadi tidak ada alasan pihak lain merebutnya,” tegasnya.
Dugaan Rekayasa Dokumen
Poktan juga mempersoalkan dokumen KSO yang disebut ditandatangani pada 15 Juli 2025. Dokumen itu bersandar pada Berita Acara Penyerahan Kawasan Hutan tertanggal 26 Maret 2025. “Padahal, kami baru pertama kali dipanggil Satgas pada 24 April 2025. Bagaimana mungkin dokumen muncul sebelum proses klarifikasi? Ini aneh,” ungkap Anton.
Ironisnya, Poktan sebenarnya sudah mengantongi putusan pengadilan inkrah sejak 2022 yang menyatakan alas hak lahan 1.446 hektar sah secara hukum. Meski begitu, mereka mengaku tetap patuh pada keputusan negara dan sempat diajak Satgas PKH untuk membantu pengelolaan kebun.
“Sejak awal kami kooperatif. Tapi tiba-tiba muncul pihak lain mengaku dapat KSO dari Agrinas. Kenapa tidak ada mekanisme terbuka? Kami ini pengelola awal, punya hampir 100 karyawan yang kini terancam kehilangan pekerjaan,” kata Anton lagi.
Selain berseteru soal lahan, Poktan juga berencana menempuh jalur hukum terhadap media yang dianggap menyebarkan berita fitnah.
“Ada dua berita negatif yang merugikan, bohong, dan fitnah. Kami akan tempuh jalur hukum,” tegasnya.
Kasus yang menimpa Poktan Kepau Jaya Sukses Lestari memperlihatkan bagaimana sengketa lahan perkebunan sawit bernilai miliaran rupiah bisa berubah menjadi konflik terbuka.
Di satu sisi, Poktan merasa dijadikan kambing hitam melalui propaganda media.
Di sisi lain, mereka menuding ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara represif dan manipulatif demi menguasai lahan dan fasilitas mereka. * (rls)

Tidak ada komentar