PEKANBARU – Kewajiban pembayaran utang tunda bayar Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru kepada pihak ketiga kini memasuki titik kritis. Total utang yang mengendap sejak 2017 hingga 2024 mencapai Rp465 miliar, dan Rp360 miliar di antaranya merupakan beban tahun anggaran 2024. Angka yang mengejutkan ini menjadi sorotan tajam Badan Anggaran (Banggar) DPRD Pekanbaru, mengingat potensi dampaknya terhadap postur APBD 2025. (21/05)
Dilansir dari berbagai media lokal, Banggar mengaku, sangat ingin tahu proses pembayaran utang tunda bayar tersebut, terutama untuk tahun ini. Sehingga ada kepastian dan jawaban bagi pihak ketiga.
“Kita masih ada pembahasan di Banggar lagi. Termasuk soal tunda bayar ini. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, sudah diketahui,” harap Politisi Gerindra ini.
Ya, Pemko Pekanbaru berkewajiban membayar tunda bayar ini hingga tuntas. Proses ini melibatkan berbagai OPD, yang memiliki kegiatan dan kontrak dengan pihak ketiga, pada tahun sebelumnya.
Nilai ini didapatkan Banggar DPRD, saat Paripurna LKPj Pemko tahun 2024 Diketahui, total utang tunda bayar kepada pihak ketiga sejak 2017 hingga 2024 sebesar Rp 465 miliar. Untuk tahun 2024 saja mencapai Rp 360 miliar.
Anggota Banggar DPRD Pekanbaru Nurul Ikhsan mengatakan, bahwa pihaknya telah menerima laporan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkait rencana pembayaran kewajiban tersebut, tetapi kapan realisasi nya?
Publik hingga kini menyoroti masalah Utang tunda bayar ini yang mencakup berbagai kontrak pekerjaan fisik yang telah selesai, namun pembayarannya masih menggantung. “Pemko harus menjelaskan secara terbuka kapan pembayaran akan dilakukan, dan berapa nilai masing-masing pekerjaan yang akan dibayar,” tegas Mustakim
Kontras: Jalan Sudah Diperbaiki, Tapi Kini Aus Lagi
Di tengah polemik pembayaran utang, Wali Kota Agung Nugroho menyatakan bahwa hampir seluruh ruas jalan di Pekanbaru kini dalam kondisi aus dan perlu dilakukan overlay atau pelapisan ulang. Padahal, pada tahun 2024 lalu, Pemko Pekanbaru telah menggelontorkan Rp38 miliar APBD untuk perbaikan 16 ruas jalan, termasuk Jalan Padat Karya, Umban Sari, hingga Jembatan Jalan Pinang Muda.
Tak hanya itu, proyek perbaikan jalan dari Dana Bagi Hasil (DBH) sawit sebesar Rp10 miliar juga telah dikerjakan di kawasan Trans 2 Rumbai. Bahkan ada 9 ruas jalan yang dibiayai APBD Provinsi Riau dan 12 ruas jalan lainnya kini telah berubah status menjadi jalan provinsi.
Namun pernyataan Wali Kota pada 21 Mei 2025 yang menyebut “hampir seluruh jalan di Pekanbaru sudah aus” memunculkan pertanyaan serius. Jika proyek perbaikan baru saja selesai dalam satu tahun terakhir, mengapa kualitasnya begitu cepat menurun? Ini menimbulkan dugaan bahwa pekerjaan pada tahun 2024 tersebut berpotensi bermasalah dari sisi kualitas konstruksi dan efisiensi anggaran.
Ketimpangan antara jumlah anggaran yang besar untuk perbaikan jalan dan kondisi lapangan yang kembali rusak dalam waktu singkat memperkuat urgensi penyelidikan mendalam oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Publik berhak tahu, pekerjaan seperti apa yang telah diselesaikan pada tahun lalu. Kualitasnya harus diaudit secara teknis. Kalau anggaran puluhan miliar tapi jalan cepat rusak, ini indikasi penyimpangan,” ujar mustakim seorang aktivis anti-korupsi di Pekanbaru
Sejumlah pihak mendesak Banggar DPRD memanggil TAPD dan seluruh OPD yang memiliki beban kontrak tunda bayar agar mengungkap secara rinci daftar pekerjaan, nama rekanan, besaran tagihan, dan progres pembayarannya. Transparansi ini diperlukan untuk menghindari manipulasi atau tumpang tindih anggaran dalam penyusunan APBD tahun berjalan maupun tahun 2026 mendatang.
“Kita ingin setiap item pekerjaan yang dibayar benar-benar valid dan tidak fiktif. Jangan sampai utang ini jadi celah baru untuk bancakan alias modus korupsi gaya baru” pungkas Mustakim
Utang tunda bayar yang belum jelas penyelesaiannya, disertai pernyataan kebutuhan overlay jalan yang baru diperbaiki tahun lalu, menempatkan Pemko Pekanbaru dalam sorotan publik yang lebih tajam. Jika tidak segera dibuka secara transparan dan direspons dengan serius oleh penegak hukum, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kota akan semakin terkikis.